Thursday, March 21, 2013

TEORI-TEORI PEMEROLEHAN PENGETAHUAN (Behavioristik, Gestaltik, dan Konstruktivistik)



a.       Pemerolehan pengetahuan menurut pandangan Psikologi Behavioristik
Thorndike, seorang penganut paham behavioristik, (dalam Orton, 1991:39; Resnick, 1981:12) mengatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus tersebut. Jadi dasar terjadinya belajar menurut pandangan psikologi behavioristik adalah pembentukan asosiasi antara stimulus dan respon. Oleh karena itu, Hudojo (1990:14) mengataan bahwa teori ini sering disebut dengan teori asosiasi.

Thorndike, (dalam Orton, 1991:39-40; Resnick, 1981:13) selanjutnya mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut: (1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat.  Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan –yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon— dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat; (2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu kepuasan maka asosiasi akan semakin meningkat.  Hal ini berarti (idealnya), jika suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat.
Skinner, penganut paham behioristik lain, menambahkan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement).  Maksudnya, pengetahuan yang sudah terbentuk melalui ikatan stimulus—respon akan semakin kuat bila diberi penguatan  (Bell, 1981:151). Lebih lanjut, Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif.  Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu.  Sedangkan penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku (Bell, 1981:151).
Berdasarkan petikan-petikan diatas, dapat disimpulkan bahwa  menurut psikologi behavioristik, pengetahuan diperoleh karena adanya asosiasi (ikatan) yang manunggal antara stimulus dan respon.  Hal ini sejalan dengan pendapat Hudojo (1998:4) bahwa pengetahuan seseorang itu diperoleh dari sekumpulan ikatan stimulus-respon, semakin sering asosiasi ini digunakan apalagi diberi penguatan, maka akan semakin kuat ikatan yang terjadi.
b.      Pemerolehan pengetahuan menurut pandangan Psikologi Gestaltik
Psikologi Gestaltik dikembangkan di Eropa sekitar tahun 1920an. Psikologi ini dibangun dari data hasil experimen yang tidak dapat dijelaskan oleh Psikologi Behavioristik. Jadi dapat dipahami jika cara pemerolehan pengetahuan menurut psikologi gestaltik ini berbeda secara mendasar dengan cara pemerolehan psikologi behavioristik.
Psikologi Gestaltik menganggap penting adanya proses berpikir dalam belajar. Kohler (dalam Orton, 1991:89) mengatakan bahwa berpikir bukan hanya proses pengkaitan antara stimulus dan respon, tetapi lebih dari itu ia adalah pengenalan sensasi atau masalah secara keseluruhan yang terorganisir menurut prinsip-prinsip tertentu. Seorang penganut paham Gestalt yang lain, Katona, berhasil membuktikan dengan serangkaian peneletiannya bahwa belajar bukan hanya mengingat sekumpulan prosedur (hasil asosiasi stimulus-respon), tetapi juga menyusun kembali informasi sehingga membentuk struktur baru menjadi lebih sederhana (Resnick & Ford, 1981: 143-144).
Pikiran (mind) adalah usaha-usaha untuk menginterpretasikan sensasi dan pengalaman-pengalaman yang masuk sebagai keseluruhan yang terorganisir berdasarkan sifat-sifat tertentu dan bukan sebagai kumpulan unit data yang terpisah-pisah (Orton, 1990:89).  Penganut psikologi gestaltik berpendapat bahwa sensasi atau informasi harus dipandang secara menyeluruh, karena bila dipersepsi secara terpisah atau bagian demi bagian maka strukturnya tidak jelas. 
Bisa disimpulkan bahwa menurut pandangan psikologi gestaltik, pengetahuan dapat diperoleh melalui sensasi atau informasi yang dipandang secara menyeluruh kemudian disusun kembali menjadi sesuatu yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dipahami.
c.       Pemerolehan pengetahuan menurut pandangan Psikologi Konstruktivistik
Matthews (dalam Suparno, 1997) secara garis besar membagi aliran konstruktivisme menjadi dua, yaitu konstruktivisme psikologi dan sosiologi.  Kemudian konstruktivisme psikologi juga dibagi menjadi dua yaitu: (1) konstruktivisme radikal, yang lebih bersifat personal, individual, dan subyektif, dan aliran ini dianut oleh Piaget dan pengikut-pengikutnya; dan (2) konstruktivisme sosial, yang lebih bersifat sosial, dan aliran ini dipelopori oleh Vigotsky.  Ernest (1996) secara tegas membagi tiga aliran konstruktivisme yaitu konstruktivisme radikal, konstruktivisme sosial, dan konstruktivisme lemah (weak constructivism).  Selanjutnya, yang akan dibahas dalam makalah ini hanyalah konstruktivisme psikologi/radikal yang dipelopori oleh Piaget karena mempunyai perbedaan pandangan yang sangat mendasar dengan pandangan kaum behavior.
Perbedaan mendasar itu bisa terlihat dari pendapat Piaget. Piaget tidak sependapat dengan pendapat penganut psikologi behavior bahwa pengetahuan dibentuk oleh lingkungan melalui ikatan stimulus-respon. Ini berarti bahwa seorang pebelajar hanya bersifat pasif, menunggu ilmu yang diberikan oleh guru. Piaget menganalogikan proses belajar seperti itu dengan proses menuangkan air dalam bejana. Piaget beranggapan bahwa pemerolehan pengetahuan harus melalui tindakan dan interaksi aktif dari seorang pebelajar terhadap lingkungan.
Piaget mengatakan bahwa pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif.  Dengan menggunakan skemata itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk skemata yang baru, yaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi Kata-kata mengadaptasi dan mengkoordinasi ini menunjukkan keaktifan seorang pebelajar. Selanjutnya, Piaget (dalam Bell, 1981: Stiff dkk., 1993) berpendapat bahwa  skemata yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itulah  yang disebut pengetahuan.
Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan informasi (persepsi, konsep, dsb) atau pengalaman baru ke dalam  struktur kognitif (skemata) yang sudah dimiliki seseorang. Asimilasi dilakukan sebagai bentuk adaptasi atas informasi atau pengalaman baru tersebut sehingga terbentuklah pengetahuan baru.
Akomodasi adalah proses restrukturisasi skemata yang sudah ada sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman baru yang tidak dapat secara langsung diasimilasikan pada skemata tersebut. Akomodasi dilakukan karena informasi baru tersebut agak berbeda atau sama sekali tidak cocok dengan skemata yang telah ada.  Jika informasi baru, betul-betul tidak cocok dengan skemata yang lama, maka akan dibentuk skemata baru yang cocok dengan informasi itu.  Namun, apabila informasi baru itu hanya kurang sesuai dengan skemata yang telah ada, maka skemata yang lama itu akan direstrukturisasi sehingga cocok dengan informasi baru itu.
Dengan kalimat lain, pandangan Piaget di atas dapat dijelaskan bahwa apabila suatu informasi (pengetahuan) baru dikenalkan kepada seseorang dan pengetahuan itu cocok dengan skema/skemata (sruktur kognitif) yang telah dimilikinya maka pengetahuan itu akan diadaptasi melalui proses asimilasi dan terbentuklah pengetahuan baru.  Sedangkan apabila pengetahuan baru yang dikenalkan itu tidak cocok dengan struktur kognitif yang sudah ada maka akan terjadi disequilibrium, kemudian struktur kognitif tersebut direstrukturisasi agar dapat disesuaikan dengan pengetahuan baru atau terjadi equilibrium, sehingga pengetahuan baru itu dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasikan menjadi pengetahuan skemata baru.
Proses asimilasi dan asosiasi merupakan aktivitas mental yang hakikatnya adalah proses interaksi antara pikiran dan realita.  Seseorang menstruktur hal-hal yang ada dalam pikirannya, namun bergantung pada realita yang dihadapinya.  Jadi adanya informasi dan pengalaman baru sebagai realita mengakibatkan terjadinya rekonstruksi pengetahuan yang lama yang disebut proses asimilasi-akomodasi sehingga terbentuk pengetahuan baru sebagai skemata dalam pikiran sesorang.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan konstruktivisme, pengetahuan itu diperoleh secara  individu yaitu dengan  mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dari proses interaksi dengan obyek yang dihadapinya serta pengalaman sosial (realita). 

No comments:

Post a Comment